Belajar
"Lagi sibuk, gak?"
Entah sejak kapan pertanyaan itu sering terlempar ke telinga. Sibuk mungkin sudah biasa dirasakan sejak masih SMA dulu. Hingga kata gabut tidak bisa diterima dengan baik.
Semua perkerjaan yang diterima haruslah dikerjakan. Selelah, setidak ada waktunya, dan semales apapun yang namanya kerjaan ya harus dikerjain. Kadang lupa kalau tubuh punya hak yang namanya istirahat. Kebiasaan 'yes girl' harus perlahan diubah.
Zaman TPB yang katanya gabut pun malah diisi dengan oraganisasi tingkat kampus. Untungnya karena gabut jadi bisa banyak 'main' di sana. Beralih ke tingkat dua, sebuah 'kegilaan' itu pun memuncak. Gila dalam arti kata, tugas yang menumpuk dengan field trip ke mana-mana.
Awal itu makin parah dengan jadi PJ acara yang malah berasa jadi ketuplak. Makin pusing dengan iseng ikut kepanitian di fakultas. Makin tidak karuan setelah mengiyakan suatu kepanitiaan. Rasanya seperti satu otak yang harus bekerja tiga kali lebih cepat dari biasanya.
Masa-masa itu bukan penghalang tinggi yang sulit dicapai dan begitu saja selesai setelah dialui. Ia hanya permulaan. Mengajarkan sulitnya hidup jika tidak pandai mengaturnya. Memberi gambaran beratnya tahun-tahun berikutnya.
Mengerjakan dua hal dalam satu waktu adalah hal biasa. Makan ayam cepat saji sambil menatap laptop pun biasa. Kamar super berantakan menjadi keadaan yang biasa. Pelan-pelan terbiasa dan kehidupan gila itu menjadi biasa.
Hidup itu memang pilihan. Sayangnya jalan semacam inilah yang dipilih. Tidak ada masalah dengan pilihan itu. Hal terpenting adalah kita mau mempertanggungjawabkan pilihan tersebut. Percaya pada diri sendiri dan selesaikan setiap cerita dengan baik.
___________________________________
Dari kosan berpintu tosca dengan lampu yang menyala setiap malam bersama pemandangan yang selalu terlihat sama.
Dari kosan berpintu tosca dengan lampu yang menyala setiap malam bersama pemandangan yang selalu terlihat sama.
Komentar