Rumbee di Minggu Sore pada 17 Desember
“Penempatan
setahun kemarin gak bisa disebut sebagai pengabdian. Mengajar dan mendapat
gelar “guru” adalah kehormatan. Mereka yang meberikan hidupnya untuk
mengajarlah dapat disebut pengabdian.”
Ya, di Rumbee mungkin bukan
mengajar, lebih tepat disebut berbagi. Seperti di sore itu, kita berbagi
tentang pelajaran hidup melalui cerita “Si Kancil dan Kura-kura” dari Ka Diki. Sebelumnya,
kegiatan awali dengan mengaji sesuai tingkatan masing-masing.
Aku kebagian mengurus
anak-anak yang masih pada tahap iqro tiga dan empat. Nita, dialah satu-satunya
anak yang berada pada tingkatan itu. Dia cerdas, bacaannya lancar, dan sedikit
pemalu. Sambil mendengarkan bacaan Nita, aku memperhatikan anak kecil yang
duduk di samping kami, Wasnu namanya. Dia hanya diam dan kadang melihat ke arahku.
“Ayo, ke sini aja. Belajar bareng-bareng.”
Kataku mengajaknya tapi dia malah kabur.
“Dia gak ngerti, Ka. Belom bisa
ngomong juga.” Kata Nita yang kemudian melanjutkan bacaannya.
Karena aku hanya mengurus satu
orang dan bacaannya pun telah lancar, kegiatan mengaji iqro tiga dan empat ini
selesai lebih dulu. Untuk mengisi waktu, aku memberikan ‘wuss Superman’
kepadanya. Aku menyuruhnya untuk mengikuti. Awalnya dia enggan tapi akhirnya
mau mengikuti. Usai mengaji, Nida bergabung bersama kami.
“Ka, nama kaka siapa?” Tanya Nida.
“Ayo, siapa? Kamu ‘wuss
Chibi-chibi’ dulu baru aku ngasih tau.”
Nida hanya senyam-senyum lalu
berkata, “ah, enggak ah.”
“Bareng-bareng, deh.”
Permainan ‘wuss’ selesai tepat
pada saat waktu ngaji selesai. Ka Shinta, memberikan pembukaan sebelum Ka Diki
mendongeng. Dia menunjukkan foto Pak SBY dilanjutkan dengan foto Ka Diki. Mereka
punya tugas yang sama, sama-sama seorang presiden yang membedakan hanya siapa
dan apa yang mereka pimpin. Selanjutnya, Ka Hening yang bertugas sebagai MC
memepersilahkan Ka Diki untuk mendongeng.
Dongeng kali ini ditemani
dengan boneka penguin yang bernama Miko. Kalau kata Nida, “kok namanya kaya Ka
Mike?” Baiklah sebut saja dia adik kecil atau kembaranku.
Selain ditemani Miko, papan
tulis juga menjadi media untuk mendongeng. Anak-anak terlihat antusias saat
menjawab pertanyaan dan menkritik gambar di papan tulis. Ada beberapa anak yang
aktif dan ada pula yang terlihat lebih tertarik untuk membaca buku. Di tengah-tengah
kegiatan mendongeng, Wasnu kembali datang dengan pakaian rapi dan peci berwarna
merah di kepalanya. Senang bisa melihatnya (lagi).
Kegiatan hari itu selesai
pukul lima lebih. Diakhiri dengan bacaan doa penutup dari Rafi. Cukup sulit
meminta anak ini untuk maju ke depan.
Berinteraksi dengan anak-anak
selalu menyenangkan. Aku bersyukur bisa diberikan kesempatan seperti ini. Di sini
baru delapan anak yang aku kenal itupun tidak semuanya kuingat betul namanya. Laras
yang sangat kritis, Dwi yang suka membaca, Nita yang suka belajar, Nida yang
perhatian, Wasnu dan seorang anak perempuan yang polos, serta tiga laki-laki
yang cerdas.
Aku tidak
memiliki sebuah pengharapan yang tinggi di sini. Berbagi dan berinterkasi
dengan anak-anak sudah lebih dari cukup. Pun jika nantinya ada hal baik yang didapatkan,
itu adalah bonus dan konsekuensi dari apa yang telah aku lakukan.
4.14, Bogor, 17 Desember 2013
Komentar